My Stupid Feeling
Author : Veronica Septiana
Mata itu
melebar melihat hal yang dilakukan pemandangan yang tercipta didepannya ,
tanganya bergerak menuju blazer sebelah kirinya meremas bagian yang terasa
seperti ditusuk oleh ribuan jarum tajam, sakit. Orang yang berada di sampingnya
mengepalkan tangannya dengan kuat, giginya bergelemutuk saking emosi, lalu ia
melangkah keluar dari tempat persembunyiannya, hendak menuju ke tempat kedua
insan yang kini tengah berpelukan tanpa memedulikan ada dua orang yang melihat
pemandangan tersebut dengan kecewa.
Namun baru satu langkah ia berjalan, terasa tangannya ditahan seseorang.
Tampak seorang gadis berseragam Kotak-kotak biru menahan tangannya dengan
lemah, bahunya bergetar pelan, Nampak bahwa ia sedang menahan emosi yang ia
rasakan.
“ Jangan kak, biarkan saja mereka”
“tapi, Elisa” Jack melongo, matanya menilik kedalam mata sang adik, nampak tak percaya dengan yang ia dengar.
“biarkan saja , aku tak apa, sungguh” gadis yang bernama Elisa itu menahut dengan nada lirih, matanya menatap kosong kearah pemandangan didepannya.
“kau yakin?” Jack masih tampak tak yakin akan perkataan sang adik.
“tapi, Elisa” Jack melongo, matanya menilik kedalam mata sang adik, nampak tak percaya dengan yang ia dengar.
“biarkan saja , aku tak apa, sungguh” gadis yang bernama Elisa itu menahut dengan nada lirih, matanya menatap kosong kearah pemandangan didepannya.
“kau yakin?” Jack masih tampak tak yakin akan perkataan sang adik.
Elisa mengangguk, tanda bahwa ia baik-baik saja, ia
menunduk, tak terasa air matanya menetes , mengingat segala kenangan manis yang
pernah ia lakukan dengan kekasih yang kini tengah mengkhianatinya, menduakan
cintanya kepada wanita lain. “Ayo kita pergi, aku mau pulang” Elisa menarik
tangan kakak satu-satunya itu sambil menunduk, sedangkan sang kakak hanya
menuruti keinginan sang adik dengan menatapnya iba.
“Elisa...” Jack
bergumam perlahan, hatinya sakit melihat adik kesayangannya itu begitu terluka.
Ia menarik tangan sang adik, membawanya kedalam dekapan hangat miliknya,
mencoba menghibur. Tangannya yang besar , kuat mendekap tubuh ringkih adik
satu-satunya itu, mengelus punggungnya perlahan.
0o0
Ruangan ini
gelap, dimana berkas sobekan kertas-kertas foto berserakan diseluruh penjuru
kamar, Sedangkan sang pemilik kamar duduk dipojok ruangan yang didominasi oleh
warna biru itu sambil sesekali mengusap tetes demi tetes liquid bening yang tak
henti-hentinya mengalir dari matanya. Ia menggerakkan tangannya untuk menyentuh
bagian dada kirinya yang terasa berdenyut,
Kenapa begitu Sakit? Ia melirik Ponsel Flip metalik yang tergeletak di
sampingnya bergetar perlahan.
~Ryan’s Calling
ia mendiamkan Ponselnya dan masih terus menangis, dering
Ponsel itu berhenti dan digantikan oleh getaran pertanda sebuah pesan singkat
baru saja masuk.
From : My Honey
To : Elisa
Kau berada dimana?
Kenapa telepon dariku tidak kau angkat? Aku sudah tau semuanya dari kak Jack,
ini semua hanya salah paham Lis, nanti malam jam 19.00 datanglah ke taman tempat
kita biasa bertemu, aku akan menjelaskannya kepadamu, Please.. aku akan
menunggu kedatanganmu hingga kamu datang, tak peduli kamu datang atau tidak.
Love, Ryan
Elisa menggigit bagian bawah bibirnya, ‘bagaimana ini? Apa
aku akan pergi?’, ia melirik jam dinding yang berada di tengah ruangan. ‘pukul
18.30’, pikirnya. Setelah melewati berbagai pertimbangan akhirnya ia memutuskan
untuk datang.
0o0
Angin malam itu
tidak terlalu kencang, tapi sukses membuat Elisa merapatkan Sweater yang ia
pakai. Ia berjalan menuju sebuah bangku yang dimana bangku itu telah diisi oleh
seorang Pemuda tampan, yang menatapnya dengan pandangan berbinar, “ Kau
datang!” ia Berteriak dengan suaranya yang raup akan kegembiraan. Sedangkan Elisa hanya mengangguk mengiyakan,
lalu memandang pemuda yang berstatus sebagai kekasihnya itu dengan sendu.. lagi
lagi kenangan indah mereka berseliweran dikepalanya.
“Elisa, aku ingin menjelaskan sesuatu kepadamu...”
“ Kau ingin menjelaskan apa lagi? Aku tidak mau mendengar apapun darimu, sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini, toh kau juga sudah tidak mencintaiku lagi.benar kan?” Potong Elisa, ia menatap lurus kearah Ryan, sambil sebenarnya dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sangat tidak mau berpisah dari kekasihnya ini, tapi ia pikir ini mungkin jalan yang terbaik buat mereka berdua.
“A-apa? kau salah Elisa, a-aku masih sangat mencintaimu! Kau hanya salah paham, aku akan menjelaskannya padamu. “
“Tapi kenapa? Kenapa aku melihatmu memeluk Reva? Apa kau mencintainya? Katakan padaku!” Elisa berkata sambil menunduk, menyembunyikan air matanya yang sudah mengalir.
“I-tu, Sebenarnya...”
“ Kau ingin menjelaskan apa lagi? Aku tidak mau mendengar apapun darimu, sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini, toh kau juga sudah tidak mencintaiku lagi.benar kan?” Potong Elisa, ia menatap lurus kearah Ryan, sambil sebenarnya dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sangat tidak mau berpisah dari kekasihnya ini, tapi ia pikir ini mungkin jalan yang terbaik buat mereka berdua.
“A-apa? kau salah Elisa, a-aku masih sangat mencintaimu! Kau hanya salah paham, aku akan menjelaskannya padamu. “
“Tapi kenapa? Kenapa aku melihatmu memeluk Reva? Apa kau mencintainya? Katakan padaku!” Elisa berkata sambil menunduk, menyembunyikan air matanya yang sudah mengalir.
“I-tu, Sebenarnya...”
~FLASHBACK~
“Please.. Please Reva, tolong bantu aku, sekali ini saja...
ya, ya? Mau ya?” Terlihat Ryan berlari menyusul Seorang gadis bernama Reva itu
yang berjalan menjauh.
“Tidak bisa Ryan, aku tidak mau membantu mu, untuk acara seperti itu kau harus berusaha sendiri! Kau mengerti?” Reva berkacak pinggang melihat Ryan yang terus saja membujuknya.
“Tidak bisa Ryan, aku tidak mau membantu mu, untuk acara seperti itu kau harus berusaha sendiri! Kau mengerti?” Reva berkacak pinggang melihat Ryan yang terus saja membujuknya.
“Oh ayolah Rev, aku tidak bisa memilihkan cincin lamarannya
sendirian, kau harus membantuku~” Ryan merengek perlahan, matanya mengeluarkan
tatapan memohon.
Reva menatap dengan jijik, lalu mengambil nafas dan menghembuskannya kembali dengan gusar “Okelah, aku bantu, tapi hentikan tatapan bodohmu itu .” seketika Ryan menatapnya dengan tatapan berbinar , “Eiits, perlu kau ingat,hanya kali ini saja, oke?” sambungnya. Ryan tersenyum senang dan tanpa sadar langsung memeluk Reva.
“Hei! Lepaskan aku! Jika ada yang melihat bagaimana ? kau mau aku disebut sebagai perebut pacar orang? “ matanya menatap gusar sekelilingnya, berharap tidak ada yang melihat adegan ia dipeluk oleh Ryan.
Reva menatap dengan jijik, lalu mengambil nafas dan menghembuskannya kembali dengan gusar “Okelah, aku bantu, tapi hentikan tatapan bodohmu itu .” seketika Ryan menatapnya dengan tatapan berbinar , “Eiits, perlu kau ingat,hanya kali ini saja, oke?” sambungnya. Ryan tersenyum senang dan tanpa sadar langsung memeluk Reva.
“Hei! Lepaskan aku! Jika ada yang melihat bagaimana ? kau mau aku disebut sebagai perebut pacar orang? “ matanya menatap gusar sekelilingnya, berharap tidak ada yang melihat adegan ia dipeluk oleh Ryan.
Ryan refleks melepaskan pelukannya pada Reva, lalu menyengir
hingga memperlihatnya barisan giginya yang rapi. “ Sorry, aku terlalu senang,
makasih ya Rev” dan dibalas anggukan kepala oleh Reva.
~END OF FLASHBACK~
Elisa menatap ke arah Ryan dengan tatapan tidak percaya, “ K-kau...”
Ryan mengangguk, lalu ia berlutut didepan Elisa dan
mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dari dalam saku celananya. “
Elisa Anastasya Velasy, maukah kau memaafkan kesalahanku padamu dan juga
bersediakah kau menjadi pendamping hidupku hinggak maut memisahkan kita?”
Elisa menatap Ryan, melihat dari dalam mata Coklat yang telah memikat hatinya , Elisa tau Pemuda itu bersungguh-sungguh. Perlahan tapi pasti, jejak air mata yang telah mengering itu kembali dibasahi oleh air mata yang kembali menetes, namun kali ini adalah air mata kebahagiaan dan haru, bukan air mata kesakitan dan penderitaan seperti yang ia alami beberapa waktu lalu.
Elisa menatap Ryan, melihat dari dalam mata Coklat yang telah memikat hatinya , Elisa tau Pemuda itu bersungguh-sungguh. Perlahan tapi pasti, jejak air mata yang telah mengering itu kembali dibasahi oleh air mata yang kembali menetes, namun kali ini adalah air mata kebahagiaan dan haru, bukan air mata kesakitan dan penderitaan seperti yang ia alami beberapa waktu lalu.
Elisa tersenyum dan mengangguk “ Ya, aku telah memaafkan
kesalahanmu dan bersedia menjadi pendamping hidup mu hingga maut memisahkan
kita.”
Ryan tersenyum bahagia dan lalu mengambil cincin yang
bertahtakan berlian itu dan memasangkannya di jari manis Elisa, lalu memeluk
gadis itu erat. “ Terima kasih, terima kasih banyak, aku mencintaimu Elisa.”
Elisa mengangguk dan berbisik ‘aku juga mencintaimu Ryan’. Mendengar itu Ryan
mengeratkan pelukannya pada calon Istrinya sambil tersenyum lembut, hatinya
terasa hangat.
“Ciiiieeee..... yang akan menikah, kau tidak akan
melupakanku kan adikku yang manis?” Jack berjalan mendekati keduanya dengan
senyum yang merekah.
mata Elisa Membulat, “ Kak Jack? Kakak udah tau?”
“ Hehe, tentu saja” Jack menyengir lebar lalu memeluk adiknya itu dengan haru.
“Ta-tapi, sejak kapan? “
“ yah sekitar 8 jam yang lalu, saat aku hampir saja menghajarnya karena telah membuat adikku menangis seperti orang sakit jiwa” Jack melepaskan pelukannya pada sang adik dan mengelus puncak kepala hitam adiknya dengan sayang. “jadilah istri yang baik ya Elisa, jangan kecewakan suami dan anakmu nanti”
“terima kasih banyak kak, aku sangat menyayangi kakak” Elisa bangkit lalu memeluk Jack.
mata Elisa Membulat, “ Kak Jack? Kakak udah tau?”
“ Hehe, tentu saja” Jack menyengir lebar lalu memeluk adiknya itu dengan haru.
“Ta-tapi, sejak kapan? “
“ yah sekitar 8 jam yang lalu, saat aku hampir saja menghajarnya karena telah membuat adikku menangis seperti orang sakit jiwa” Jack melepaskan pelukannya pada sang adik dan mengelus puncak kepala hitam adiknya dengan sayang. “jadilah istri yang baik ya Elisa, jangan kecewakan suami dan anakmu nanti”
“terima kasih banyak kak, aku sangat menyayangi kakak” Elisa bangkit lalu memeluk Jack.
“Sama-sama, aku juga sangat menyayangimu”
“maaf Lis, karena aku kau dan Ryan jadi bertengkar, salahkan saja kekasihmu itu yang mengeluarkan tatapan merengek anak anjingnya” kata Reva yang tiba-tiba datang sambil menunduk, menyesali perbuatannya.
“maaf Lis, karena aku kau dan Ryan jadi bertengkar, salahkan saja kekasihmu itu yang mengeluarkan tatapan merengek anak anjingnya” kata Reva yang tiba-tiba datang sambil menunduk, menyesali perbuatannya.
“tidak apa-apa, aku senang kau membantu Ryan untuk
mencarikan cincin ini untukku, ini sangat indah.” Elisa memeluk sahabatnya itu
dengan erat dan tersenyum lembut
“ enak aja, masa tatapan kerenku itu disamakan dengan anak Anjing?” Ryan berkata sambil Sewot
“hahaha... salah siapa begitu mirip?” Reva berkata sambil tetap berpelukan dengan Elisa.
“ck, dasar kau! Ck, sini kembalikan Calon Istriku! Dasar Lesbi!”
Reva melepaskan pelukannya pada Elisa lalu berkacak pinggang “ Enak saja kau! Aku tidak Lesbi! Aku ini normal tau!”
“siapa suruh kau belum punya pacar?” Ryan menyeringai melihat Reva yang bingung meu menjawab apa.
“ enak aja, masa tatapan kerenku itu disamakan dengan anak Anjing?” Ryan berkata sambil Sewot
“hahaha... salah siapa begitu mirip?” Reva berkata sambil tetap berpelukan dengan Elisa.
“ck, dasar kau! Ck, sini kembalikan Calon Istriku! Dasar Lesbi!”
Reva melepaskan pelukannya pada Elisa lalu berkacak pinggang “ Enak saja kau! Aku tidak Lesbi! Aku ini normal tau!”
“siapa suruh kau belum punya pacar?” Ryan menyeringai melihat Reva yang bingung meu menjawab apa.
Elisa menatap pertengkaran itu dengan tersenyum lembut, ia
kira malam ini ia akan kehilangan Ryan dan juga Reva untuk selamanya, tapi
ternyata tuhan masih berbuat baik kepadanya dan mengizinkankannya dengan Ryan
untuk bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan, dan juga masih mengizinkannya
bersahabat dengan Reva. sungguh ia
merasa sangat bersyukur.
THE END